Pada tulisan berikut ini, saya sudah bercerita bagaimana saya bisa didiagnosa menderita TB Paru. Ternyata, setelah serangkaian tes di rumah sakit, saya juga didiagnosa menderita penyakit yang lain, yang jujur saja, sulit saya terima, bahkan rasa penolakan saya waktu itu melebihi rasa penolakan saya waktu didiagnosa menderita TB Paru. Penyakit apakah itu?
Dia adalah Diabetes, yang menurut sumber berikut merupakan penyakit paling mematikan ketiga di Indonesia.
Saat saya didiagnosa menderita TB Paru, saya tahu penyakit ini adalah penyakit menular, sehingga pikiran saya berkutat pada hal-hal seperti ini: saya pernah kontak dengan siapa ya, yang kira-kira pernah kena TB Paru? Apakah si A? Atau si B? Kalau tidak salah si C pernah ngomong tentang TB Paru, tapi yang dibicarakan waktu itu siapa ya? Temannya? Atau dirinya sendiri? Dan saya juga tahu, walaupun TB Paru adalah penyakit yang mematikan, peluang sembuhnya juga cukup besar. Sehingga saya dapat menerima penyakit ini dengan cukup mudah.
Hal ini berbeda dengan waktu saya didiagnosa menderita diabetes. Karena selain bisa disebabkan oleh kerusakan pankreas, yang mungkin disebabkan oleh penyakit lain atau karena keturunan, yang tentu saja tidak bisa dihindari/dicegah, diabetes juga bisa disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Hal inilah yang membuat pikiran saya berkelana jauh ke belakang, kira-kira gaya hidup tidak sehat apa yang saya lakukan selama ini, terutama soal makan.
Selain itu, diabetes juga tidak bisa disembuhkan, yang pada akhirnya membuat saya sulit menerima penyakit ini. Yang paling konyol, saya sempat menyalahkan (dalam hati) perawat di rumah sakit yang memberitahu kalau gula darah saya tinggi. Karena pada waktu itu, saya baca tulisan di botol infus mengandung kata glucose, yang saya artikan sebagai gula. Pikiran saya, “ya iyalah gula darahnya tinggi, lha wong dikasih infus gula”, ha..ha..ha. Tetapi setelah beberapa hari dirawat dan dikasih Metformin, dan kadar gula darah saya kadang masih tinggi, saya terpaksa harus menerima kenyataan pahit ini, saya harus mengakui kalau saya seorang penderita diabetes.
Kini, setelah tiga tahun lebih, setelah mengalami banyak hal, saya sudah bisa berdamai dengan penyakit ini, saya mulai bisa menerima kalau diabetes adalah bagian dari kehidupan saya.
Sebenarnya, seberapa sakit sih diabetes itu?
Bagi anda yang sehat, berikut ini adalah beberapa hal yang kurang mengenakkan yang saya alami begitu menderita diabetes. Setelah membaca ini semoga anda bisa hidup lebih sehat dan terhindar dari diabetes.
1. Sering haus dan kencing
Yang pertama adalah sering haus dan kencing. Kalau sering haus sih tidak terlalu mengganggu, karena kita bisa bawa botol air minum kemana-mana. Yang paling merepotkan adalah disaat kita sering kencing, terutama di malam hari, karena bisa mengganggu jam tidur kita. Kabar baiknya, jika pengobatan yang kita jalani berjalan baik, dan kadar gula darah kita mulai terkontrol, kebiasaan sering kencing ini bisa berkurang.
Oh ya, sebelum lanjut saya ingin membahas mengenai pernyataan “kadar gula darah kita mulai terkontrol” ini. Saat kita pertama kali didiagnosa sebagai penderita diabetes, dokter akan meresepkan beberapa obat. Yang belum tentu bisa membuat kadar gula darah kita jadi bagus secara langsung. Kita perlu beberapa kali kontrol ke dokter untuk melihat hasil dari obat tersebut. Jika hasilnya masih belum bagus, dokter akan mengubah resep, baik mengubah jenis obat atau mengubah dosis obatnya. Sampai ketemu jenis obat dan dosis yang tepat. Saya beberapa kali mengalami jenis obat dan dosis yang harus saya minum diubah.
Ok, lanjut ke masalah sering kencing tadi. Sebagai gambaran, akhir-akhir ini kadar gula darah saya mulai terkontrol, sudah beberapa bulan tes sering dibawah 140 mg/dL, dan saya hanya bangun untuk kencing 1-2 kali saja disaat tidur malam hari. Disaat gula darah saya masih tidak terkontrol/tinggi bisa lebih dari itu. Sering kencing ini tidaklah sakit, hanya merepotkan saja, kecuali jika tempat tidur anda jauh dari toilet, apalagi jika toiletnya ada di luar rumah dan anda harus menyapa mbak kunti dkk sebelum sampai ke toilet. 🙂
2. Melemahnya fisik
Jauh sebelum saya didiagnosa terkena diabetes, kerja 8 jam sehari dan bahkan harus lembur di malam harinya, saya masih kuat, ini bukan kerja yang hanya duduk di depan komputer, tapi kerja yang kadang harus angkat-angkat barang juga. Setelah terkena diabetes, kerja 8 jam yang hanya duduk di depan komputer saja berat. Kini, setelah kerja 2-3 jam, saya harus tidur sebentar, kadang rebahan saja cukup. Jika tidak tidur/rebahan, mata terasa ngantuk sekali, kadang detak jantung terasa sangat kencang, bahkan saya sampai bisa merasakan deg..deg..deg..nya. Setelah tidur/rebahan sebentar badan terasa lebih segar dan bisa lanjut kerja, tapi ya kembali lagi, setelah kerja beberapa jam harus tidur/rebahan lagi.
Untuk aktifitas fisik yang agak signifikan, misal, saya pernah mencoba ikut memanen padi (yang meliputi kegiatan seperti memotong batang padi dan membawa tumpukan batang-batang padi tersebut ke area tertentu untuk dirontokkan bijinya), setelah beberapa menit, kepala sudah pusing dan tubuh sudah gemetaran. Seingat saya, dulu tubuh saya tidak selemah itu.
Dulu, waktu masih SMK, saya ingat, bersepeda dari rumah ke kota Cepu pulang pergi diwaktu panas-panasnya pun masih kuat, setelah terkena diabetes, naik sepeda dengan tujuan yang sama, belum ada separo jalan sudah gemetaran.
Tapi soal fisik ini bisa dilatih pelan-pelan. Kini saya sudah bisa naik sepeda dari rumah ke kota Cepu pulang pergi tanpa gemetaran. Tapi ya itu, begitu sampai rumah sudah capek sekali, dan bawaannya pengen tidur terus. Oleh karena itu saya mencoba untuk olahraga terutama bersepeda di sore hari saja, biar kalau capek bisa langsung istirahat/tidur, setelah menunggu waktu isya yang tidak begitu lama. Kalau di pagi hari kadang rasa capek dan ngantuknya itu kebawa sampai siang/sore yang mengganggu pekerjaan.
Ngomong-ngomong soal pekerjaan, melemahnya fisik saya inilah yang membuat saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan saya sebelumnya, yang membutuhkan jam kerja tetap (sekitar 8 jam sehari plus istirahat, kadang lembur), dan memilih untuk menjadi freelancer, dengan harapan dapat jam kerja yang lebih fleksibel. Pengakuan dosa saya, selama covid kemarin, kantor kami mengadakan WFH, karena sudah capek, saya sering istirahat (tidur) sebelum jam istirahat tiba, dan parahnya, saya pernah ketinggalan meeting karena belum bangun saat meeting itu dimulai.
Melemahnya fisik ini juga berefek dengan jam tidur, sekarang saya merasa tidur sehari 8 jam itu sangat-sangat kurang sekali, saya butuh lebih dari itu.
3. Kaki panas dan kejang
Setelah gula darah saya terdeteksi tidak terkontrol dalam beberapa waktu, tertinggi diatas 400-an mg/dL kalau tidak salah ingat, kedua kaki saya, terutama bagian punggung kaki dan lutut sampai ke paha, terasa panas sekali. Bahkan sampai kejang, kaki saya terasa gerak-gerak/lompat-lopat sendiri gitu. Anehnya hal ini hanya terasa jika saya tidur-tiduran, jika saya duduk atau berdiri, panas di kaki ini tidak begitu terasa. Menurut saya ini adalah efek yang paling menyakitkan, karena, selain rasa sakit yang saya sebutkan tadi, hal ini juga mengganggu aktifitas tidur saya. Percayalah tidak bisa tidur itu sakit sekali. Saya sempat mengkompres kaki saya dengan air dingin, memakai bye-bye fever di kaki, kasih salopas/koyo, hingga diolesi cream anti nyeri, tapi hasilnya tidak begitu memuaskan.
Menurut analisa saya, hal ini disebabkan oleh saraf-saraf di kaki yang mulai rusak. Karena setelah saya menyampaikan keluhan ini, dokter memberi saya beberapa obat dan vitamin untuk saraf. Pelan-pelan rasa sakit ini mulai berkurang, walaupun tidak bisa hilang sepenuhnya. Sekarang punggung kaki saya masih panas kalau dipakai tiduran, tapi masih dalam batas yang bisa diterima, paling tidak bisa tidur dengan nyaman-lah. Tapi ya itu, kalau pakai selimut, selimutnya tidak bisa sampai menutupi kaki, karena sudah panas.
4. Melemahnya mental dan timbulnya rasa was-was
Seperti kita ketahui diabetes tidak bisa disembuhkan, mau tidak mau kita harus terus minum obat sampai maut menjemput. Jujur, hal ini sempat membuat mental saya jatuh, apalagi dalam konteks ini saya merasa masih muda dan belum menikah lagi. Saya sempat menutupi sakit saya ini selama beberapa waktu, untuk menghindari perbincangan yang mungkin bisa melemahkan mental saya. Bahkan, jika ada orang di ruang publik yang tidak saya kenal sekalipun, sedang membahas diabetes, dan yang dibahas pastinya bukan saya, saya merasa tidak nyaman.
Apalagi akan adanya ancaman komplikasi. Jika merasa ada yang salah ditubuh, walaupun sedikit saja, pikiran saya langsung kemana-mana, dan timbullah rasa was-was. Pembuluh darah di kepala terasa berdenyut, jangan-jangan kena stroke. Saat olahraga napas ngos-ngosan, jangan-jangan paru-parunya kena. Dada sebelah kiri tiba-tiba sakit, jangan-jangan kena serangan jantung. Perut sakit, jangan-jangan kena gagal ginjal. Dan sebagainya. Pikiran negatif yang menimbulkan was-was ini seperti tidak ada habisnya.
Menurut saya hal yang berkaitan dengan mental seperti ini tidak bisa disembuhkan secara permanen. Sekarang mentalnya kuat, besok ya bisa jatuh lagi. Lalu apa yang saya lakukan? Saya sebisa mungkin untuk mengalihkan pikiran saya ke hal lain, hal selain diabetes, sakit, dan pekerjaan. Seperti hal-hal berikut ini.
a. Nonton video-video dokumenter dan ceramah agama
Dulu saya suka baca manga, baca novel, dan nonton film. Sekarang saya mulai menghindari hal itu. Karena saya merasa perlu untuk menghindari media yang bisa mengubah emosi saya, entah itu media yang bisa membuat saya marah, kecewa, atau sedih. Saya mulai mencari media yang bisa membuat saya tertawa, merasa wow, atau bisa berpikir “oh! gitu ya”, atau paling tidak bersifat netral, tidak menimbulkan emosi apapun. Dan menurut saya acara dokumenter, entah tentang hewan atau negara-negara yang tidak/jarang saya dengar masuk ke kategori yang saya butuhkan ini. Saya juga mulai mendengarkan ceramah-ceramah dari gus Baha.
Saat kita bisa fokus ke tontonan tersebut, kita bisa mengalihkan pikiran kita dari sakit yang kita derita, dan saya rasa itu bagus untuk kesehatan mental.
b. Sepeda motoran ke tempat yang belum pernah saya kunjungi
Saya juga mulai suka sepeda motoran, terutama ke tempat-tempat yang agak ke pelosok, masuk hutan-hutan, pinggir sawah, pinggir kali dll. Favorit saya adalah daerah Tuban, karena selain tidak begitu jauh dari rumah, daerah ini punya banyak bukit dengan pemandangan bagus, dan jalannya pun banyak yang sudah beraspal, bahkan ke pelosok desa pun jalannya bagus. Pokoknya enaklah buat sepeda motoran.
Kadang saya juga sepeda motoran ke tempat yang agak jauh, seperti yang barusan ini, sepeda motoran selama tiga hari dari Bojonegoro ke Pacitan, menikmati beberapa pantai di sana, lanjut muter dan menginap di pinggir waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, lalu lanjut ke kota Solo.
Bagi saya aktifitas sepeda motoran ini seperti liburan, dan saya rasa ini bagus untuk mengalihkan pikiran saya dari sakit yang saya derita.
c. Olahraga
Menurut saya olahraga tidak hanya bagus untuk melatih fisik, tapi juga bisa untuk mengalihkan pikiran. Terutama olahraga yang ringan dan menyenangkan, seperti bersepeda.
Saya sebenarnya mulai dengan olahraga lari/joging, saat saya tahu saya terkena diabetes/tb paru. Atau lebih tepatnya saat saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuh saya, sebelum terkena tb paru. Tapi disaat saya sembuh dari tb paru, berat badan saya malah naik, dan akhirnya tidak kuat lari, akhirnya saya beralih ke olahraga bersepeda.
Saat bersepeda berat tubuh kita tidak selalu bertumpu ke kaki, tapi dibagi antara kaki, bokong, dan tangan. Lebih aman untuk kaki jika dibandingkan dengan lari. Kita juga bisa menggunakan gear belakang yang lebih besar, sehingga kayuhan terasa lebih ringan. Saat di turunan pun kita bisa beristirahat sehingga tidak perlu mengayuh. Selain itu kita juga bisa ke tempat yang lebih jauh jika dibandingkan dengan lari, olahraga plus liburan. Menurut saya bersepeda adalah olahraga yang cukup cocok dengan saya. Dan setelah rutin bersepeda, gula darah saya juga mulai stabil.
Oke, berikut ini adalah akhir dari curhatan saya mengenai diabetes. Bagi anda yang sudah terkena diabetes, saya doakan agar tetap kuat mental dan tidak putus asa. Dan bagi anda yang tidak terkena diabetes, saya doakan agar anda bisa menjaga pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit ini. Amin.