Pada tulisan sebelumnya saya menyebutkan bahwa saya memilih melanjutkan pengobatan di puskesmas. Oleh karena itu 3 hari sebelum obat dari rumah sakit habis di minggu keempat, sesuai saran petugas rumah sakit, saya datang ke puskesmas sambil menyerahkan surat pengantar. Saya juga menyerahkan beberapa foto copy hasil lab dan hasil rontgen. Untungnya petugas puskesmas langsung paham, sepertinya hal ini sudah jadi standar penanganan pasien tb paru.
Kemudian dokter puskesmas mengecek tensi darah dan meminta saya untuk tes HIV, serta melakukan wawancara. Untungnya dari hasil lab rumah sakit tes darah-nya sudah termasuk tes HIV. Dan hasilnya alhamdulillah negatif, sehingga saya tidak perlu tes lagi.
Berbeda dengan di rumah sakit, dimana saya harus periksa tiap 2 minggu sekali. Saya harus periksa di puskesmas tiap seminggu sekali. Saya juga diberi semacam kartu pasien, yang mencatat kapan terakhir kali saya periksa, obat apa yang diberikan dan kapan saya harus kembali. Seperti ini kartunya.
Obat yang diberikan jenisnya sama. Tetapi dalam kemasan berbeda. Obat dari puskesmas tiap tablet sudah mengandung 4 jenis obat tb paru. Berbeda dengan obat dari rumah sakit dimana keempat jenis obat itu dikemas terpisah. Setiap pagi saya harus minum 4 tablet obat dari puskesmas, dengan ukuran yang sama tiap tabletnya. Lebih mudah. Daripada harus minum 8 tablet obat dari rumah sakit, dengan ukuran berbeda tiap tabletnya. Berikut ini adalah gambar obat dari puskesmas.
Setelah beberapa hari, ada petugas puskesmas yang datang ke rumah saya untuk melakukan survey. Saya sudah diberitahu sebelumnya bahwa akan ada petugas yang datang, tapi tidak diberi tahu tanggal pastinya. Sepertinya ini sudah program pemerintah untuk menangani tb paru. Petugas tersebut mensurvey tempat tidur saya, dan memberi beberapa saran seperti pastikan sinar matahari masuk ke dalam rumah, sprei dan selimut harus sering dicuci dll. Saya juga diberi beberapa buah masker.
Setelah 4 minggu menjalani pengobatan di rumah sakit, ditambah 4 minggu di puskesmas akhirnya genap 2 bulan saya menjalani pengobatan tb paru. Di minggu kedelapan ini saya harus menjalani tes dahak untuk yang kedua kalinya. Hasilnya alhamdulillah negatif. Sehingga saya sudah tidak berpotensi untuk menularkan tb ke orang lain. Pada minggu kesembilan obat yang harus saya minumpun diganti.
Mengenai tes dahak ini sepertinya saya harus bercerita lebih. Sejak masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan efusi pleura, saya sudah sering ditanya oleh perawat apakah sudah diambil sampel dahaknya atau belum. Saya selalu jawab belum. Tetapi sampai saya keluar rawat inap dari rumah sakit kemudian 4 minggu menjalani rawat jalan di poli paru rumah sakit yang sama, saya tidak pernah diminta tes dahak. Padahal beberapa pasien di ruang yang sama setelah ditanya perawat apakah sudah tes dahak atau belum dan mereka menjawab belum, langsung diberi 2 buah botol untuk mengambil sampel dahak mereka.
Saya merasa dilupakan. Tetapi saya berpikir positif. Barangkali penyakit saya dan beberapa pasien itu berbeda. Lagipula batuk saya tidak berdahak. Terus terang saya merasa kebingungan bagaimana mengeluarkan dahak dari tenggorokan saya jika sewaktu-waktu diminta untuk tes dahak.
Saya baru mendapat 2 buah botol untuk mengambil sampel dahak setelah 4 minggu keluar dari rawat inap, atau setelah 3 minggu minum obat tb paru. Botol pertama adalah dahak sebelum tidur, sedangkan botol satunya untuk dahak setelah bangun tidur. Pada waktu itu saya masih batuk dan tidak keluar dahaknya. Yang bisa saya lakukan adalah setiap saya batuk saya akan mencoba membatukkannya dengan agak keras, sambil mencoba mengeluarkan apa yang ada di tenggorokan. Bahkan sampai tenggorokan saya agak sakit.
Hasilnya, setelah saya amati kedua botol tersebut, saya rasa isinya lebih banyak air liur, yang berwarna bening. Pada dasar botol ada beberapa gumpalan yang berwarna sedikit lebih keruh. Tapi saya tidak yakin ini benar-benar dahak atau tidak. Karena jumlahnya sedikit sekali. Tetapi saya tetap membawanya ke lab, toh kalau sampel dahak ini tidak memadai saya harap petugas lab akan memberitahu saya. Tetapi mereka diam saja soal ini. Ya sudah, berarti sampel dahak saya valid.