Saya Positif Covid 19

Rabu, 7 Juli 2021 kemarin saya dinyatakan positif covid 19. Sebenarnya gejalanya sudah saya rasakan sejak hari sabtu, minggu sebelumnya. Pada waktu itu saya sudah mulai pilek, batuk, dan kadang sedikit demam.

Karena salah satu teman kantor saya ditolak vaksin karena salah satu anggota keluarganya kehilangan indera penciuman, dan diduga karena covid 19. Saya melakukan beberapa test singkat dengan membau beberapa buah, makanan dan parfum. Hasilnya, saya sepertinya kehilangan indera penciuman. Bahkan saya tidak bisa membau beberapa semprotan parfum di sebuah kain.

Terlebih lagi, saya juga mulai berkeringat dingin di malam hari. Keringat dingin di malah hari adalah salah satu gejala tb paru yang pernah saya alami.

Karena khawatir kalau tb paru saya kambuh lagi, atau malah terkena covid 19, saya mencoba memeriksakan diri ke puskesmas. Setelah beberapa wawancara, akhirnya saya diminta untuk test antigen covid 19, hasilnya saya positif covid 19. Dan diminta untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Pihak puskesmas juga meresepkan beberapa obat dan vitamin yang perlu saya minum selama isolasi mandiri.

Sejak dinyatakan positif, demam saya mulai meningkat. Terutama setelah jam 12 siang sampai malam hari. Saya juga mulai sesak napas, terutama setelah melakukan rukuk atau sujud waktu sholat. Intensitas batuk meningkat dan saya mulai kehilangan nafsu makan. Hal ini berlangsung selama beberapa hari.

Saat tulisan ini dibuat, satu minggu lebih setelah dinyatakan positif covid 19, saya sudah tidak demam lagi, indera penciuman juga sudah mulai normal, nafsu makan juga mulai normal. Yang tersisa hanya kadang masih sesak napas dan batuk.

Lalu bagaimana respon masyarakat di daerah saya mengenai covid 19 ? Menurut saya respon mereka sedikit mengecewakan.

Yang pertama mereka abai akan ada dan bahayanya covid 19. Sewaktu saya dinyatakan positif covid 19, sebenarnya di daerah saya banyak juga yang sedang sakit, tidak tahu sakit apa. Kebetulan pas lagi musim kemarau dan suhu di malam dan siang hari bisa ekstrem sekali. Tetapi sebagian dari mereka masih juga asyik nongkrong dan bahkan masih berangkat ke mushola padahal dia lagi batuk.

Yang kedua, mereka takut di-covid-19-kan. Menurut saya ini yang paling mengecewakan. Dari beberapa orang yang sakit di dusun saya, bisa jadi saya adalah satu-satunya yang memeriksakan diri ke puskesmas dan di rapidtes antigen covid 19. Dan ketika saya positif covid 19, saya malah disalahkan. Mereka berpendapat apapun sakitnya jika memeriksakan diri ke puskesmas akan dinyatakan positif covid 19, saya tidak tahu atas dasar apa mereka bisa berpendapat seperti itu. Mereka lebih memilih memeriksakan diri ke praktek pribadi beberapa dokter dari pada puskesmas. Dan saya tidak yakin mereka di rapidtest covid 19 atau tidak.

Padahal harusnyakan begitu kita sakit dengan gejala mirip covid 19 kita harus segera melakukan rapidtest, biar ketahuan kita positif atau tidak. Kalau positif ya harus isolasi mandiri, biar tidak menular ke yang lainnya, biar covid 19 ini tidak seperti lingkaran setan, yang entah sampai kapan kita akan ketemu ujungnya.

Bagaimana pendapat Anda ?

Tulisan Serupa

Leave a Reply